Contoh Kasus Pelanggaran Kode Etik Jurnalistik
”Misteri, korban tindak asusila
pergi selama dua hari tidak dengan tersangka”
KBRN, Madiun : Meski tersangka tindak asusila dengan korban anak
dibawah umur terancam hingga 15 tahun karena dijerat pasal 81 ayat (2) UURI
nomer 35 tahun 2014 tentang perubahan UURI nomer 23 tahun 2002 tentang
perlindungan anak jo pasal 64 ayat (1) KUHPidana, tetapi pelaku seakan tidak
jera hukuman tersebut.
Terbukti berdalih sebagai pacar dan akan menikahi, tersangka berinisial
YM (22) warga Desa Kincang Wetan, Kecamatan Jiwan, Kabupaten Madiun nekat
melakukan tindak melanggar hukum tersebut kepada korban sebut saja Ayu (16)
salah satu lulusan SLTP dari Jawa Tengah yang berdomisili masih satu kampung dengan tersangka.
Sebelum terungkapnya kejadian tersebut kata Kasubag Humas Polres
Madiun Kota, AKP Ida Royani kepada RRI Selasa (29/3/2016), selama dua hari
korban meninggalkan rumah tidak
ijin dengan keluarga karena diajak pergi
ke Ngawi oleh salah satu teman laki-lakinya untuk berhubungan layaknya suami
istri.
“Begitu pulang kerumah setelah pergi dua hari kondisi leher korban
merah-merah bekas ciuman. Ditanya keluarga orang tuanya mengakui, korban
setelah pergi dibawa laki-laki ke daerah Ngawi, tetapi dia tidak mengetahui di
Ngawinya mana dan laki-laknya siapa. Setelah itu dia (korban) juga bercerita
dengan orang tuanya bahawa pada bulan Januari 2016 sempat pacaran dengan
tersangka YM dan sempat berhubungan layaknya suami istri kurang lebih sebelas
kali,” AKP Ida Royani menguraikan.
Kejadian tindak asusila tersebut pengakuan tersangka, dilakukan
diumah tersangka, dirumah nenek tersangka serta dirumah teman tersangka.
Terkait kepergian korban selama dua hari tidak seijin orang tuanya,
kepada penyidik korban mengaku tidak bersama tersangka YM. Sehingga untuk
menguak kepergian Ayu selama dua hari dengan siapa dan dimana menurut AKP Ida
Royani, saat berita ini diturunkan jajaran Polsek Jiwan terus melakukan lidik.
“Masih dalam lidik kalau ke Ngawinya dengan siapa, belum jelas. Jadi
dari Polsek Jiwan masih lidik,” pungkas AKP Ida Royani.
Untuk pengembangan perkara tersebut lebih lanjut, selain tersangka
polisi juga mengamankan berbagai pakaian milik korban sebagai barang bukti
seperti baju jenis kaos, celana panjang
jeans, BH, celana dalam serta sepasang sandal jepit (Agus Yoga)
Sumber : rri.co.id, 29/3/2016
“Kasus Pencabulan Anak di Bawah Umur Kembali
Terjadi Di Bekasi”
[BEKASI] Aksi pencabulan terjadi di Kota Bekasi,
Jawa Barat. Kali ini seorang siswi Kelas II SD Bina Kreasi Mandiri berinisial
CR yang berusia 7 tahun, menjadi korban pencabulan dua teman kelasnya.
Sekolah dasar yang beralamat di di Jalan Bayam
Nomor 1 A, Kampung Ciketing Asam, Kelurahan dan Kecamatan Mustikajaya, Kota
Bekasi menjadi tempat aksi pencabulan tersebut.
Berdasarkan keterangan Sekretaris Jenderal Komisi
Perlindungan Anak Indonesia Daerah (KPAID) Kota Bekasi, Aris Setiawan, CR
dipaksa oleh kedua teman kelasnya, melakukan perbuatan yang semestinya hanya
dilakukan oleh orang dewasa di kamar kecil saat istirahat sekolah.
"Peristiwa ini diketahui saat orangtua korban
melaporkan kejadian tersebut ke Kantor KPAID Kota Bekasi pada Rabu (2/9)
lalu," ujar Aris Setiawan, Kamis (3/9).
Dia mengatakan, kejadian berawal saat CR sedang
buang air kecil di toilet sekolah. Tiba-tiba muncul dua anak laki-laki
berinisial ST (7 tahun) dan BN (7 tahun) pada Senin (24/9) pagi. Kedua anak
laki-laki tersebut merupakan teman satu kelas CR.
Toilet di sekolah tersebut, kata dia, memang masih
campur bagi murid wanita dan laki-laki.
Kedua teman laki-laki CR menerobos masuk ke dalam
toilet, tempat ia buang air kecil. Mereka memaksa CR buka pakaiannya dan
melakukan aksi asusila.
CR memberikan perlawanan dan memberontak serta
berusaha melarikan diri. Namun, lantaran dua pelaku dengan tenaga yang lebih
besar, membuat CR tidak berkutik.
Tak berselang lama, muncul ketiga anak lelaki
teman sekelas mereka yakni IM, BR dan JN. Mereka masuk ke toilet tersebut.
Awalnya, mereka pun hendak buang air kecil. Namun,
mereka malah menonton dua temannya yang melakukan perbuatan tak senonoh
terhadap CR.
CR berhasil ke luar toilet, setelah bel istirahat
telah berbunyi. Mereka semua masuk ke kelas sambil mengancam untuk tidak
menceritakan kejadian tadi dan tidak melaporkan ke guru mereka.
"Tapi korban tak kuat menahan rasa sakit di
bagian kemaluannya, akhirnya korban menceritakan hal kepada orang tuanya,"
imbuhnya.
Mendengar cerita anaknya tersebut, kedua orangtua
CR berang dan langsung mendatangi Kepala SD Bina Kreasi Mandiri.
Menindaklanjuti peristiwa ini, pihak SD Bina
Kreasi Mandiri rupanya telah berusaha mediasi antara kedua belah pihak.
"Terhitung, sudah tiga kali mediasi, yakni
Selasa (25/8), Kamis (27/8) dan Jumat (28/8), namun orangtua korban tidak puas
dengan mediasi tersebut," imbuhnya.
Hingga kini, pihak sekolah masih melakukan upaya
mediasi.
Penyanyi Dangdut
Kasus asusila berikutnya, adalah yang menimpa
keponakan penyanyi dangdut yang biasa dipanggil Dewi Sanca. Ia juga membuat
laporan ke Mapolresta Bekasi terkait pencabulan, Rabu (2/9) lalu.
Dewi Sanca datang mendampingi keponakannya bernama
Bunga (16) siswi Kelas XI, Madrasah Aliyah Negeri di daerah Jatikramat,
Pondokgede Kota Bekasi.
Menurut Dewi Sanca, keponakannya itu telah menjadi
korban pencabulan anak di bawah umur oleh seorang pria berinisial DL (19)
hingga hamil.
"Pelakunya berinisial DL merupakan warga
Komsen, Jatiasih," ujar Dewi Sanca.
Sementara itu, Kasubag Humas Polresta Bekasi Kota,
AKP Siswo, mengatakan pihaknya telah menerima laporan dari keponakan Dewi Sanca
dan kini masih ditangani Unit Perlindangan Anak dan Perempuan (PPA) Polresta
Bekasi Kota.
"Kita sudah terima laporan keponakan Dewi
Sanca kemarin. Tapi kasus asusila murid SD Kelas II, belum ada
laporannya," ujar Siswo, Jumat (4/9). [160/L-8]
Sumber : sp.beritasatu.com
Dua berita diatas telah melanggar kode etik jurnalistik
yang dilakukan oleh jurnalis, masih ditemukan berita yang menulis identitas
korban seksual, bahkan lengkap dengan usia maupun alamatnya
Pada berita tersebut, wartawan telah melanggar
kode etik jurnalistik pada pasal 5. Pada pasal 5 dikatakan, Wartawan Indonesia
tidak menyebutkan dan menyiarkan identitas korban kejahatan susila dan tidak
menyebutkan identitas anak yang menjadi pelaku kejahatan.
Disini identitas adalah semua data dan informasi
yang menyangkut diri seseorang yang memudahkan orang lain untuk melacak. Anak
adalah seseorang yang berusia kurang dari 16 tahun dan belum menikah. Dengan
menyebutkan identitas korban asusila tersebut, wartawan secara tidak langsung
telah ikut menyebarluaskan informasi yang merusak nama baik korban dan secara
otomatis juga telah merusak masa depan korban asusila itu sendiri.
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Dewan Pers memutuskan
pemberitaan TV One dalam segmen talkshow 'Apa Kabar Indonesia Pagi' yang
mengangkat topik 'Kasus TransJakarta' pada 30 Juni 2014 pukul 07.48 WIB tidak
sesuai dengan kode etik jurnalistik.
Berita 'Awas Bahaya Komunis' disiarkan 2 Juli 2014
pukul 13.34 WIB kembali mengutip hasil wawancara dalam program 'Apa Kabar
Indonesia Pagi' juga tak sesuai kode etik. Terkait paket berita berjudul
"Kaderisasi PDIP" yang disiarkan 2 Juli lalu pada pukul 13.38 WIB.
Dalam pertemuan di Dewan Pers, Jakarta, Jumat
(4/7/2014), PDI Perjuangan diwakili Wasekjen PDI Perjuangan Ahmad Basaran dan
TV One diwakili Wapemred Toto Suryanto. Keputusan pun sudah diambil Dewan Pers
dan TV One bersedia menaati kode etik jurnalistik.
"Dewan pers menilai berita TV One yang
diadukan DPP PDI perjuangan melanggar pasal 1 dan 3 Kode Etik jurnalistik.
Karena tidak berimbang dan memuat opini yang menghakimi," ucap Basarah
menjelaskan hasil pertemuan tersebut.
PDI Perjuangan selaku pengadu dan TV One sebagai
teradu, menerima penilaian Dewan Pers tersebut dan menyepakati proses
penyelesaian. TV One bersedia memuat hak jawab pengadu, disertai permintaan
maaf kepada pengadu dan pemirsa.
TV One bersedia menyiarkan Risalah Penyelesaian
Pengaduan PDI Perjuangan sebagai bagian dari hak jawab. "Kedua pihak
sepakat menyelesaikan kasus ini di Dewan Pers dan tidak melanjutkan ke proses
hukum. Kecuali kesepakatan itu tidak dipenuhi," tandasnya
Pasal 1
Wartawan Indonesia bersikap independen,
menghasilkan berita yang akurat, berimbang, dan tidak beritikad buruk.
Penafsiran
a. Independen berarti memberitakan peristiwa atau
fakta sesuai dengan suara hati nurani tanpa campur tangan, paksaan, dan
intervensi dari pihak lain termasuk pemilik perusahaan pers.
b. Akurat berarti dipercaya benar sesuai keadaan
objektif ketika peristiwa terjadi.
c. Berimbang berarti semua pihak mendapat
kesempatan setara.
d. Tidak beritikad buruk berarti tidak ada niat
secara sengaja dan semata-mata untuk menimbulkan kerugian pihak lain.
Pasal 3
Wartawan Indonesia selalu menguji informasi,
memberitakan secara berimbang, tidak mencampurkan fakta dan opini yang
menghakimi, serta menerapkan asas praduga tak bersalah.
Penafsiran
a. Menguji informasi berarti melakukan check and
recheck tentang kebenaran informasi itu.
b. Berimbang adalah memberikan ruang atau waktu
pemberitaan kepada masing-masing pihak secara proporsional.
c. Opini yang menghakimi adalah pendapat pribadi
wartawan. Hal ini berbeda dengan opini interpretatif, yaitu pendapat yang
berupa interpretasi wartawan atas fakta.
d. Asas praduga tak bersalah adalah prinsip tidak
menghakimi seseorang.
Saran
Sebaiknya insan pers atau jurnalis memahami beberapa Undang-Undang
Negara Republik Indonesia terkait dengan jurnalistik dan memahami pula
peraturan pers yang telah dibuat oleh dewan pers. Hal ini bermaksud agar
sebelum memberitakan atau menyebaluaskan berupa suatu informasi, hiburan, dan
lain sebagainya mengetahui asas-asasnya atau hukum positif yang berlaku
sehingga tidak melanggar kode etik jurnalistik dan aturan pers yang ada.
Komentar
Posting Komentar